Selasa, 26 Desember 2017

AS Dinilai Langgar Hukum Internasional Akui Yerusalem Ibu Kota Israel


Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dinilai melanggar hukum internasional karena memberikan pengakuan atas Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Indonesia pun diminta bersikap tegas atas sikap AS itu. 

"Tindakan Presiden Trump mengumumkan pengakuan AS atas Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel melanggar hukum internasional dan membahayakan proses perdamaian di Timur Tengah," kata anggota Komisi I DPR RI Charles Honoris kepada detikcom, Kamis (7/12/2017). 

Dikatakannya, Dewan Keamanan PBB dalam beberapa dekade terakhir sudah mengeluarkan berbagai resolusi yang menegaskan bahwa pendudukan Israel atas sebagian wilayah Yerusalem ilegal. 

 
"Sebuah Resolusi DK PBB itu final dan mengikat bagi seluruh negara anggota PBB termasuk Amerika Serikat," kata Charles.

Charles menyebut DK PBB pernah mengeluarkan Resolusi 242 tahun 1967 yang memerintahkan Israel untuk mengembalikan wilayah-wilayah yang direbutnya melalui perang termasuk Yerusalem. 
Baca juga : Anggota Komisi I Apresiasi Jokowi Tunjuk Marsekal Hadi Tjahjanto Calon Panglima TNI

"Lalu ada Resolusi 476 DK PBB tahun 1980 dimana PBB tidak mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel dan memerintahkan seluruh negara anggota PBB untuk memindahkan kedutaan besarnya dari kota Yerusalem. Buntutnya tidak ada satu negara pun hari ini yang memiliki kedutaan besar di Yerusalem," tegasnya. 

"Pemerintah RI harus segera mengutuk langkah AS yang memberikan pengakuan atas Yerusalem sebagai Ibu Kota negara Israel," sambungnya. 

Di dalam forum PBB, Indonesia diminta harus menyuarakan dan mengingatkan agar resolusi-resolusi DK PBB terkait Yerusalem bisa ditegakkan. Bahkan, lanjut Charles, Indonesia bisa berperan dalam menggalang negara-negara anggota PBB untuk menginisiasi sebuah resolusi dalam forum Sidang Umum PBB yang menegaskan kembali bahwa Yerusalem bukan Ibu Kota Israel. 

"Langkah terakhir Trump ini sangat membahayakan proses perdamaian yang sudah diupayakan selama puluhan tahun. Bahkan ini bisa menjadi amunisi tambahan bagi kelompok-kelompok yang kerap membajak isu Palestina untuk menyebarkan paham radikal dan melakukan aksi-aksi terorisme," kata Charles.
Sumber : Detik

Minggu, 10 Desember 2017

Anggota Komisi I Apresiasi Jokowi Tunjuk Marsekal Hadi Tjahjanto Calon Panglima TNI


Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Charles Honoris mengapresiasi keputusan Presiden Joko Widodo memilih Marsekal TNI Hadi Tjahjanto sebagai calon Panglima TNI.
Hadi akan menggantikan Jenderal TNI Gatot Nurmantyo yang memasuki masa pensiun pada Maret 2018.
"Keputusan itu sudah mengacu pada UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI bahwa posisi Panglima TNI sebaiknya dijabat secara bergantian dari tiap-tiap matra, yang sedang atau menjabat kepala staf angkatan," ujar Charles melalui pesan singkat, Senin (4/12/2017).
Keputusan Presiden tersebut dinilai sebagai langkah cepat dalam menjawab tantangan dan kebutuhan mendesak soal pertahanan negara.
Charles berharap, Hadi dapat melanjutkan agenda reformasi di tubuh TNI dan TNI menjadi semakin profesional dalam menjalankan tugasnya.
"TNI harus selalu sigap dalam menjawab setiap perubahan yang terjadi begitu cepat seperti geopolitik, geoekonomi, geostrategi kawasan dan persaingan global. Publik juga berharap agar pemerintahan Jokowi bisa segera merealisasikan Indonesia sebagai poros maritim dunia," ujar Charles.
Jelang tahun politik 2018 dan 2019, Charles sekaligus berharap agar Hadi dapat memastikan netralitas TNI.
Komisi I DPR selanjutnya akan melaksanakan uji kepatutan dan kelayakan terhadap Hadi. Namun, ia belum dapat memastikan jadwalnya. Pihaknya akan melakukan koordinasi terlebih dahulu.
Sumber : Kompas

Kamis, 30 November 2017

Menyangkut Keamanan Negara, UU Perlindungan Data Pribadi Dibutuhkan


Anggota Komisi I DPR Charles Honoris mengatakan, hingga saat ini belum rencana DPR untuk membahas RUU tentang Perlindungan Data Pribadi. Apalagi, RUU tersebut sama sekali belum dibahas untuk masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas).
"Belum (masuk prolegnas). Namun, kami akan melihat kebutuhan mendesak terkait persoalan ini. Apalagi, jika ini menyangkut keamanan negara," ujar Charles di kompleks parlemen Senayan Jakarta, Selasa (27/11).
Terkait dengan sikap pemerintah untuk penuntasan RUU Perlindungan Data Pribadi (data protection and privacy act), Charles mengatakan, saat ini soal itu masih berpegang pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016, tertanggal 1 Desember 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik.
Berdasarkan peraturan menteri tersebut, pemerintah dapat menerapkan sanksi administrasi sampai dengan pencabutan izin apabila terjadi pelanggaran. Menurut politisi PDIP itu, variable yuridiksi virtual terhadap perlindungan data pribadi dengan program registrasi ulang kartu prabayar diperlukan untuk membuat regulasi keamanan dan perlindungan data privasi, khususnya dalam transaksi daring.
Sampai saat ini, Indonesia belum mempunyai undang-undang yang khusus mengatur dan menjamin perlindungan data pribadi, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta.
"Harus ada koordinasi terkait kementerian-kementerian yang menyangkut itu semua. Data digital, termasuk regulasi di dalamnya adalah domain Kemkominfo. Terkait data kependudukan, domain Kemdagri, dan terkait keamanan juga Kementerian Pertahanan, terkait regulasi BSSN domainnya Kementerian Koordinator Polhukam, dan Kemkumham," katanya.
Sumber : BeritaSatu

Senin, 20 November 2017

DPR Janjikan RUU Penyiaran Rampung Tahun Ini


Pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran yang masih dalam pembahasan DPR menyisakan sebuah kegelisahan besar.
Perkembangan penyiaran Indonesia sudah tertinggal dengan negara lainnya. Perlu diketahui, di Asia Tenggara tinggal Indonesia dan Myanmar yang belum beralih ke digitalisasi penyiaran.
Belum lagi para pelaku TV digital yang sudah tak sabar menggunakan konten digital yang selama ini sudah bosan dengan ujicoba tanpa ada realisasi penyiaran.
"Cita-cita menjadikan Indonesia sebagai negara yang kuat dalam ekonomi digital tidak akan terwujud," tandas Staf Ahli Kementerian Komunikasi dan Informasi, Diani Citra di sela-sela diskusi 'Televisi Digital Indonesia, Terlambat atau Diperlambat' di di Jakarta, Kamis (2/11/2017).
Sependapat dengan Citra, Eris Munandar, Ketua Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia (ATSDI) malah melihat masih menggantungnya penyelesaian RUU Penyiaran ini sengaja diperlambat.
"Kalau bilang diperlambat, saya rasa benar. Kami khawatir jika DPR terus menunda pengesahan RUU Penyiaran hingga tahun depan, bahaya itu. Jelang 2019 anggota DPR sudah sibuk mempersiapkan Pemilu Legislatif dan Presiden.
Mereka akan sibuk di Daerah Pemilihan (Dapil)-nya masing-masing," ujar Eris.
Saat ditanya adakah keterlibatan pengusaha dalam tarik menariknya pengesahan RUU Penyiaran ini, keduanya membenarkan.
"Ya, ada tarik menarik kepentinga pengusaha disini," tandas Citra.
Bahkan Eris mengaku sempat bingung dengan munculnya istilah 'Hybrid' saat DPR akan mengambil keputusan apakan akan menggunakan single atau multi mux operator sebagai penyelenggara infrastruktur multipleksing digital.
"Saya nggak tahu istilah itu muncul darimana. Padahal waktu itu opsinya cuma dua, single atau multi mux operator," tandas Eris.
Anggota Komisi I DPR, Charles Honoris juga tak menampik adanya kepentingan tertentu yang bermain dalam penetapan RUU Penyiaran ini.
"Ada beberapa fraksi yang memang terlihat sengaja mengulur-ulur. Tapi saya optimis ini akan selesai di akhir tahun ini. Saat ini pembahasan sudah sampai di Badan Legislatif (Baleg) sudah mengarah pada single mux. Selangkah lagi akan ke paripurna," jelas Charles.
Ia juga mengingatkan jika operator dan pelaku industri penyiaran agar fokus pada persiapan konten.
"Jangan jadi juragan frekuensi," tegas Charles.
Sumber : Warta Kota

Anggota Komisi I Minta AS Jelaskan Alasan Larangan Masuk Terhadap Panglima TNI


Anggota Komisi I DPR Charles Honoris meminta Pemerintah AS menjelaskan alasannya melarang Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo ke negara tersebut.
Menurut Charles, persoalan insiden Panglima TNI bukan terkait pencabutan izin masuk ke Amerika Serikat.
"Pemerintah AS harus menjelaskan ke pemerintah Indonesia Otoritas mana di AS yang meminta pihak CBP untuk menolak entry bagi Gatot dan dengan alasan apa," ujar Charles Honoris kepadaTribunnews.com, Senin (23/10/2017).
Politikus PDIP itu menilai larangan masuk tersebut dikeluarkan secara mendadak.
Menurut Charles, insiden yang dialami Gatot Nurmantyo dapat dilihat sebagai penolakan terhadap pemerintah Indonesia.
Apalagi, tegas dia, Panglima TNI berangkat ke AS atas undangan dari otoritas pertahanan Negera Paman Sam tersebut.
Dimana, Jenderal Gatot resmi mewakili pemerintah Indonesia.
Oleh karenanya, penjelasan resmi dari pemerintah AS dibutuhkan agar hubungan bilateral Indonesia-AS tidak terganggu.
"Bagaimanapun AS adalah mitra strategis bagi Indonesia khususnya di bidang perdagangan dan pemberantasan terorisme," tegasnya.
Amerika Serikat telah memastikan mencabut larangan atas kedatangan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo ke wilayahnya.
Hal tersebut disampaikan Wakil Duta Besar AS di Indonesia ketika menggelar pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di Kantor Kemenlu, Jakarta Pusat pada Senin (23/10/2017).
"Mereka menyampaikan larangan itu juga tidak ada, sudah dicabut dan Jenderal Gatot (sudah diperbolehkan) untuk melanjutkan kunjungannya ke AS," ujar Menlu Retno di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin.
Selain itu, melalui Wakil Dubes AS, Pemerintah AS secara resmi melayangkan permohonan maaf atas peristiwa pelarangan itu. Pemerintah AS, menurut Retno, mengakui bahwa kebijakannya itu menyebabkan ketidaknyamanan hubungan Indonesia-AS.
AS pun berharap Jenderal Gatot tetap datang ke Negara Abang Sam itu demi memenuhi undangan Panglima Angkatan Bersenjata Amerika Serikat (AS) Jenderal Joseph F Dunford dalam acara Chiefs of Defense Conference on Countering Violent Extremist Organization pada 23-24 Oktober di Washington DC.
"Jadi mereka bilang, sangat menyambut baik kunjungan (Gatot) dan tidak ada pembatasan dalam bentuk apa pun, dan terdapat keinginan dari Jenderal Dunford untuk berkomunikasi dengan Panglima. Mereka sedang mengatur komunikasi tersebut," ujar Menlu Retno.
Gatot Nurmantyo dilarang masuk ke wilayah AS pada Sabtu (21/10/2017). Saat itu Panglima TNI beserta delegasi masih berada di Bandara Soekarno-Hatta dan hendak check in.
"Panglima TNI siap berangkat menggunakan maskapai penerbangan Emirates. Namun beberapa saat sebelum keberangkatan ada pemberitahuan dari maskapai penerbangan bahwa Panglima TNI beserta delegasi tidak boleh memasuki wilayah AS," kata Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Wuryanto di Kantor Panglima TNI, Jakarta Pusat, Minggu.
Padahal, saat itu, Gatot dan delegasi sudah mengantongi visa dari AS untuk hadir dalam acara Chiefs of Defense Conference on Countering Violent Extremist Organization.
Panglima TNI diundang secara resmi oleh Panglima Angkatan Bersenjata Amerika Serikat (AS). Jenderal Joseph F. Dunford yang merupakan sahabat sekaligus senior.
Gatot telah melaporkan kejadian ini pada Presiden Joko Widodo, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto.
Ia juga telah mengirim surat kepada Jenderal Dunford untuk mempertanyakan insiden tersebut.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Retno LP Masudi menjelaskan, KBRI di Washington D.C telah mengirim nota diplomatik kepada Kementerian Luar Negeri AS untuk meminta klarifikasi.
Menlu Retno juga sudah melakukan pembicaraan melalui telepon dengan duta besar AS untuk Indonesia. Kebetulan, Dubes AS tidak berada di Jakarta. Rencananya, Retno juga akan memanggil Wakil Dubes AS pada Senin (23/10/2017).
Permintaan maaf juga telah disampaikan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Joseph Donovan.
Dalam pernyataan tertulis juga menyebutkan bahwa Kedutaan Besar Amerika akan memfasilitasi keberangkatan Gatot ke Amerika.
"Duta Besar Amerika Serikat Joseph Donovan telah meminta maaf kepada Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi atas ketidaknyamanan yang dialami Jenderal Gatot," demikian pernyataan tertulis Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia yang dimuat di laman resmi Kedutaan Besar Amerika Serikat, Minggu (22/10/2017).
Sumber : Tribunnews

Selasa, 26 September 2017

Politisi PDI-P: Tidak Etis Panglima TNI Menyatakan Akan Menyerbu Lembaga Tinggi Negara


Anggota Komisi I DPR Charles Honoris menyayangkan penyampaian misinformasi oleh Panglima TNI Gatot Nurmantyo terkait upaya pembelian 5000 senjata api secara ilegal oleh institusi tertentu. Terlebih ucapannya itu membuat kegaduhan.
"Hal ini sudah menciptakan kegaduhan dan keresahan publik. Sebagai Panglima TNI tentunya Pak Gatot harus bisa memilih dan memilah informasi apa saja yang layak disampaikan keluar," kata Charles kepada Kompas.com, Senin (25/9/2017).
Charles mengatakan, saat ini sudah terbuka melalui statement resmi Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto bahwa ternyata institusi yang dimaksud oleh Panglima TNI adalah Badan Intelijen Negara. Pembelian senjata itu pun dilakukan secara legal untuk pendidikan di BIN.
"Sangat tidak etis ketika seorang Panglima TNI menyatakan akan menyerbu sebuah lembaga tinggi negara lainnya. Seharusnya Pak Gatot sebagai pimpinan sebuah lembaga tinggi negara bisa berkoordinasi dengan baik dengan lembaga-lembaga lainnya untuk mensukseskan program kerja pemerintahan Jokowi, bukan malah sebaliknya," ucap Charles.
Politisi PDI-P ini pun menyarankan, menjelang masa pensiun, Gatot bisa fokus menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga yang tersisa dalam upaya membangun dan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas TNI. Gatot, kata dia, harus fokus meninggalkan legacy yang baik sebagai seorang pimpinan TNI.
"Statement Pak Wiranto sudah merupakan pernyataan sikap resmi dari pemerintah. Saya berharap dengan apa yang disampaikan Pak Wiranto tadi malam kegaduhan dapat segera diakhiri dan tidak ada polemik terkait hal ini lagi," ucap Charles.
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyampaikan, ada institusi yang berencana mendatangkan 5.000 pucuk senjata secara ilegal dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Indonesia. Gatot menyampaikan, TNI akan mengambil tindakan tegas jika hal tersebut dilakukan, tidak terkecuali apabila pelakunya berasal dari keluarga TNI bahkan seorang jenderal sekalipun.
Lebih lanjut, Gatot menegaskan, nama Presiden Jokowi pun dicatut agar dapat mengimpor senjata ilegal tersebut. "Mereka memakai nama Presiden, seolah-olah itu yang berbuat Presiden, padahal saya yakin itu bukan Presiden, informasi yang saya dapat kalau tidak A1 tidak akan saya sampaikan di sini. Datanya kami akurat, data intelijen kami akurat," kata dia.
Namun pernyataan Panglima itu dibantah Menkopolhukam Wiranto yang menjelaskan bahwa pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo soal ada institusi non-militer yang berencana mendatangkan 5.000 pucuk senjata secara ilegal adalah keliru. Yang benar, kata dia, institusi non-militer yang berniat membeli senjata itu adalah Badan Intelijen Negara (BIN) untuk keperluan pendidikan.
Jumlahnya pun tak mencapai 5.000 pucuk, tetapi hanya 500 pucuk. BIN juga sudah meminta izin ke Mabes Polri untuk pembelian senjata itu. Izin tak diteruskan ke TNI lantaran spesifikasi senjata yang dibeli BIN dari Pindad itu berbeda dengan yang dimiliki militer.
Sumber : Kompas

Kritik Ke Prabowo, PDIP: Jangan Gunakan Cara Murahan


Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Charles Honoris mengkritik Prabowo Subianto karena menganggap bantuan yang diberikan Indonesia untuk warga etnis Rohingya hanyalah bentuk pencitraan.
“Saya berharap tidak ada pihak-pihak yang menggunakan cara-cara murahan seperti menunggangi isu Rohingya untuk mendegradasi kerja-kerja pemerintahan Jokowi-JK,” kata Charles Honoris kepada wartawan, Minggu (17/9).
Menurut Charles, pemerintahan Jokowi sedang melakukan segala upaya yang dimungkinkan untuk segera menghentikan siklus kekerasan di Rohingya. Presiden Jokowi sudah mengirim Menlu Retno untuk menemui baik petinggi sipil maupun militer di Myanmar.
Di forum-forum internasional, kata Charles, pemerintah juga berupaya menggalang komunitas internasional untuk memberi tekanan kepada Myanmar agar kekerasan harus segera dihentikan.
“Lalu saya ingin kembali bertanya kepada pak Prabowo apa yang harus dikerjakan pemerintah tidak disebut pencitraan? Apakah harus mengirim pesawat tempur untuk mengebom Yangon? Apakah harus mengirimkan prajurit TNI ke Myanmar untuk melakukan invasi militer? Atau apa?” tanya Charles.
Menurutnya, Myanmar adalah negara berdaulat. Oleh karena it, intervensi militer harus melalui mekanisme hukum internasional seperti resolusi Dewan Keamanan PBB.
Charles menegaskan pemerintah sedang berupaya maksimal melalui opsi-opsi yang tersedia untuk menghentikan siklus kekerasan di Myanmar.
Sumber : JPNN

PDI-P: Pernyataan Prabowo Mengada-Ada...


Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Charles Honoris mempertanyakan pernyataan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang menyebut bantuan pemerintah RI untuk kaum Rohingya adalah pencitraan.
"Statement Prabowo mengada-ada dan tidak berdasar. Pemerintahan Jokowi sedang melakukan segala upaya yang dimungkinkan untuk segera menghentikan siklus kekerasan di Rohingya," kata Charles kepada Kompas. com, Minggu (17/9/2017).
Charles menegaskan, Presiden Joko Widodo sudah mengirim Menlu Retno Marsudi untuk menemui baik petinggi sipil maupun militer di Myanmar. Di forum-forum internasional, pemerintah juga berupaya menggalang komunitas internasional untuk memberi tekanan kepada Myanmar agar kekerasan harus segera dihentikan. Bantuan kebutuhan pokok juga sudah dikirimkan.
"Lalu saya ingin kembali bertanya kepada Pak Prabowo apa yang harus dikerjakan pemerintah agar tidak disebut pencitraan?" kata Charles.
"Apakah harus mengirim pesawat tempur untuk mengebom Yangon? Apakah harus mengirimkan prajurit TNI ke Myanmar untuk melakukan invasi militer? Atau apa?" tambah dia.
Anggota Komisi I DPR ini menegaskan, Myanmar adalah negara berdaulat. Oleh karena itu, intervensi militer harus melalui mekanisme hukum internasional seperti resolusi Dewan Keamanan PBB.
Oleh karena itu, pemerintah tak bisa bergerak sembarangan. Pemerintah sedang berupaya maksimal melalui opsi-opsi yang tersedia untuk menghentikan siklus kekerasan di Myanmar.
"Saya berharap tidak ada pihak-pihak yang menggunakan cara-cara murahan seperti menunggangi isu Rohingya untuk mendegradasi kerja-kerja pemerintahan Jokowi-JK," ucap Charles.
Prabowo sebelumnya menganggap bantuan kemanusiaan yang diberikan Indonesia untuk warga etnis Rohingya di Rakhine State, Myanmar adalah bentuk pencitraan Presiden Joko Widodo.
"Kalaupun kita sekarang kirim bantuan menurut saya itu pencitraan. Kirim bantuan pun tak sampai kadang-kadang. Jadi saudara-saudara di sini saya harus kasih tahu supaya tidak emosional," kata Prabowo di Bundaran Patung Kuda, Jakarta, Sabtu (16/9/2017).
Padahal menurut Prabowo, langkah yang bisa dilakukan Pemerintah untuk membantu Rohingya adalah dengan menjadikan Indonesia sebagai negara yang disegani di dunia.
"Percaya sama saya, kalau kita kuat kaum Rohingya kita bantu, kita beresin. Kita harus kuat untuk bantu orang lemah, tidak bisa lemah bantu lemah, miskin bantu miskin," tambah dia.
Sumber : Kompas

Jumat, 25 Agustus 2017

Politikus PDIP Minta Polri Bongkar Jaringan Lain Setelah Saracen


Anggota Komisi I DPR Charles Honoris meminta kepolisian membongkar jaringan penyebar isu SARA lainnya yang serupa dengan grup Saracen. Dia mengatakan masih ada puluhan ribu situs hoax yang digunakan untuk penyerangan terkait pemilu.

"Saya mendapatkan informasi bahwa ada jutaan akun dan puluhan ribu situs hoax yang sudah disiapkan untuk menghadapi perhelatan politik di tahun 2018 dan 2019," ujar Charles dalam keterangan tertulis, Jumat (25/8/2017).

Charles menuturkan hal tersebut dapat mengancam persatuan bangsa karena bisa memecah belah suara rakyat.

"Tentunya hal ini dapat mencederai iklim demokrasi yang sehat menjelang pilkada dan pemilu, dan lebih lagi mengancam persatuan bangsa," kata Charles.
Politikus PDIP itu meminta Polri bisa mengungkap dan menangkap jaringan-jaringan lainnya. Sebab, menurut Charles, penyebaran hoax dan ujaran kebencian adalah pelanggaran pidana yang mengacu pada UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Oleh karena itu, saya berharap Polri terus melanjutkan pengungkapan dan penangkapan jaringan-jaringan lain yang menyebarkan ujaran kebencian dan hoax di media sosial," ucapnya.

Menurut Charles, ujaran kebencian dapat memicu konflik horizontal. Juga memperbanyak masyarakat melakukan radikalisme, bahkan aksi terorisme.

"Oleh karena itu, ujaran kebencian harus kita lawan bersama. Ditunggu pengungkapan dan penangkapan selanjutnya," tutur Charles.
Sebelumnya, polisi menangkap tiga pelaku berinisial JAS, MFT, dan SRN. Mereka dijerat dengan Pasal 45A ayat 2 jo Pasal 28 ayat 22 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU ITE dengan ancaman 6 tahun penjara dan/atau Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 3 UU ITE dengan ancaman 4 tahun penjara.

Kepolisian menyebut kelompok Saracen sering menawarkan jasa untuk menyebarkan ujaran kebencian bernuansa SARA di media sosial. Setiap proposal mempunyai nilai hingga puluhan juta rupiah.
Sumber: Detik

Rabu, 23 Agustus 2017

Charles PDIP Apresiasi Polri Tangkap Sindikat Saracen


Keberhasilan Polri dalam mengungkap dan menangkap para pelaku kasus penyebar konten hoax dan ujaran kebencian serta konten yang bernada provokatif dengan isu SARA di berbagai media sosial patut diacungi jempol. Ini merupakan prestasi dari penegakan hukum di Indonesia.
"Polisi sudah melakukan tugasnya dengan menindak dan menangkap para pelaku penyebar hoax. Maka hal ini juga perlu diimbangi dengan dukungan dan peran serta seluruh masyarakat," kata Anggota Komisi I DPR Fraksi PDIP Charles Honoris dalam keterangan tertulis, Rabu (23/8/2017).
Dia menyatakan para pelaku yang tertangkap berasal dari berbagai lapisan masyarakat. Hal ini yang masih perlu menjadi perhatian serius tentang pemahaman Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Upaya penegakan hukum terkait kasus hoax dan penyebaran kebencian memang tidak mudah karena juga harus melakukan pelacakan identitas oknum pelaku yang sebenarnya," ujar dia.
Seperti halnya keberhasilan Polri dalam membongkar kejahatan siber oleh jaringan Saracen yang melakukan banyak pelanggaran hukum terkait ITE. Hal ini juga menunjukkan adanya pihak-pihak ataupun jaringan kuat yang terorganisir yang secara sengaja menyebarkan keresahan masyarakat melalui ujaran kebencian ataupun hoax.
"Yang sangat mengkhawatirkan dari terbongkarnya sindikat Saracen ini adalah bawa ada motif transaksional antara sindikat penyebar kebencian dengan pihak yang memanfaatkan jasa sindikat tersebut untuk kepentingan yang sangat tidak terpuji," kata Charles.
Sumber: Liputan6

Kamis, 17 Agustus 2017

Charles Honoris: Dana Untuk Pos Perbatasan Harus Memadai


Anggota Komisi I DPR Charles Honoris mengatakan, pihaknya berkomitmen kuat untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit TNI. Komitmen anggaran pertahanan dan TNI terus ditingkatkan hingga mendekati dua persen dari produk domestik bruto (PDB) di masa mendatang.
“Untuk anggaran Kementerian Pertahanan dan TNI kita mengikuti komitmen yang ada telah disepakati di komisi I yakni mendekati dua persen PDB,” ujar Charles Honoris di kompleks parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (16/8).
Peningkatan anggaran di Kemhan dan TNI juga tidak hanya untuk menambah alutista, tetapi juga untuk peningkatan anggaran intelijen. Sebab, fungsi intelijen sangat strategis untuk melindungi Indonesia dari berbagai ancaman.
Menurut politisi PDI Perjuangan itu, selama ini Komisi I tidak pernah menolak permintaan peningkatan kesejahteraan untuk prajurit TNI. Bahkan, Komisi I juga mendorong peningkatkan kesejahteraan purnawirawan TNI yang hingga saat ini banyak belum memiliki rumah tinggal sendiri.
“Jadi peningkatan kesejahteraan tidak hanya untuk anggota TNI tetapi juga pensiunan. Kita dorong agar mereka (pensiunan) punya rumah,” katanya.
Peningkatan anggaran untuk kesejahteraan prajurit dinilai sangat penting agar TNI semakin profesional dalam melaksanakan tugas-tugas negara. Selain itu, peningkatan anggaran juga sangat penting terutama untuk pembangunan pos-pos perbatasan.
“Anggaran untuk membangun pos-pos perbatasan harus memadai karena fungsinya sangat vital dalam menjaga dan melindungi wilayah NKRI,” tandasnya.
Sumber: BeritaSatu

Selasa, 15 Agustus 2017

Charles: Yang Dulu Juga Utang, Hanya Hasilnya Beda


Para pengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyerang soal utang pemerintah seharusnya melihat realita bahwa pemerintah sebelum ini juga berutang untuk membangun, meskipun hasilnya jauh berbeda, kata seorang politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
"Presiden Jokowi sudah memberikan bukti konkret hasil kerjanya terkait banyaknya pembangunan infrastruktur yang merata dan dapat dirasakan oleh rakyat Indonesia," kata Charles Honoris, Senin (31/7).
Pembangunan infrastruktur, khususnya jalan, yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi merata di seluruh Indonesia, bahkan juga langsung menyentuh wilayah-wilayah perbatasan yang selama ini luput dari perhatian pemerintah pusat sebelumnya, kata Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR itu.
Menurut dia, semua tahu dan sadar betul bahwa pemerintah yang sebelumnya melakukan pembangunan infrastruktur sebagian dari utang luar negeri juga. Namun pembangunan tersebut belum merata dan hanya dirasakan di sebagian wilayah.
Charles menambahkan para haters pemerintahan Jokowi sebaiknya melihat fakta dan kebutuhan yang ada, bahwa keperluan pembiayaan kebutuhan rakyat seperti pembangunan infrastruktur yang dapat membantu perekonomian wilayah setempat dan nasional memang besar.
Dan faktanya, APBN atau sektor lain dalam negeri dinilai tidak mencukupi untuk membiayainya, ujarnya.
"Lalu, apa salahnya berutang? Justru paradigma yang semestinya dibangun adalah bagaimana meningkatkan nilai produktivitas dalam negeri dari hasil pembangunan yang sudah dilakukan oleh pemerintah," jelasnya.
Charles menambahkan bahwa dalam menentukan kebijakan utang luar negeri, pemerintah tidak bisa melakukan secara tiba-tiba, namun dengan perencanaan yang matang dan terukur untung ruginya.
Dari sudut pandang itu, Indonesia diketahui masih termasuk dalam kategori negara berkembang. Rasio utang 34% pun masih dinilai aman.
"Bank Sentral pastinya juga terus memantau perkembangan utang luar negeri, sehingga utang tersebut berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi negara," ulasnya.
Sumber: BeritaSatu 

Minggu, 04 Juni 2017

PDIP Anggap Romo Syafi'i Tak Pantas Pimpin Pansus RUU Terorisme

Charles Honoris : Kedua Dari Kiri

Pembahasan revisi Undang-Undang Terorisme dinilai sangat lamban. Anggota Komisi I DPR, Charles Honoris menilai lambannya proses karena dihambat oleh ideologi Ketua Pansus RUU Terorisme yang tak lain tak bukan adalah Anggota Komisi III,  Muhammad Syafi'i atau Romo Syafi'i dari Fraksi Partai Gerindra.

"Kita lihat‎ Romo Syafi'i yang menjadi Ketua Pansus statemen-statemennya kontraproduktif. Saya ingat dalam kunjungan pansus terorisme ke Poso, Ketua Pansusnya menyampaikan bahwa sebetulnya yang teroris disini bukan Santoso, tapi polisi yang teroris.

Tapi sudah lah itu dinamika di DPR, karena posisi pimpinan itu dilakukan oleh fraksi-fraksi dan kebetulan Fraksi Gerindra mendapat posisi ketua pansus dan sudah jadi hak fraksi tersebut untuk mengutus yang dipercaya ‎duduk sebagai ketua pansus," kata Charles di Jakarta, Kamis (1/6). 

Salah satu statement Romi Syafi'i yakni mengglorifikasi terduga teroris, Santoso yang ditembak di Poso. 

Dia khawatir politisi Partai Gerindra itu punya ideologi lebih dekat kepada pelaku teror dibanding ideologi sebagai Ketua Pansus yang membahas Undang-undang Tindak Pidana Terorisme.

Charles mengakui karena statemen-statemennya kontraproduktif itulah yang membuat pembahasan RUU Terorisme menjadi semakin panjang.

"Kalau bicara selesainya masih lama," sesalnya.

Untuk itu, politisi PDI Perjuangan ini pun menyampaikan permohonan maafnya. Pasalnya dia mengaku merasa sebagai wakil rakyat belum bisa memenuhi harapan publik dalam hal pembahasan RUU Terorisme sehingga terkesan agak lambat.

"Saya mohon maaf sebagai wakil rakyat," ujarnya memohon.

Lebih lanjut Charles mengaku tak heran jika berbagai lembaga survei yang menempatkan DPR sebagai lembaga yang paling tidak dipercayai oleh publik saat ini.

Sumber : RMOL

Rabu, 17 Mei 2017

Politisi PDI-P Nilai Hakim Kasus Ahok Di Bawah Intervensi Dan Tekanan

Politisi PDI Perjuangan Charles Honoris menilai majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara berada dalam tekanan saat mengambil putusan terhadap kasus penodaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Akibatnya, hakim pun menjatuhkan hukuman dua tahun penjara dan memerintahkan Ahok langsung ditahan.
Vonis hakim ini lebih berat dari tuntutan jaksa yakni dua tahun hukuman percobaan dan satu tahun penjara.
“Putusan hakim dalam kasus Ahok mengecewakan. Hakim memutuskan bukan atas dasar fakta hukum tetapi karena intervensi dan tekanan,” kata Charles Honoris dalam pesan singkat kepada Kompas.com, Rabu (10/5/2017).
Charles mengatakan, dari awal sudah jelas bahwa kasus penodaan agama yang menimpa Ahok ini lebih merupakan dagangan politik, bukan suatu perkara yang lahir akibat proses hukum.
Kasus ini lahir dari rahim Pilkada DKI 2017, bukan karena adanya tindak pidana yang dilakukan seorang Ahok.
“Selama masa persidangan dapat dilihat besarnya upaya intervensi dan tekanan dari berbagai pihak terkait kasus Ahok. Ini dilakukan untuk kepentingan-kepentingan pilkada DKI dan upaya mendegradasi pemerintahan Jokowi,” kata anggota Komisi I DPR ini.
Charles mengatakan, intervensi terhadap putusan hakim tak hanya dilakukan melalui demonstrasi di jalanan, melainkan juga dari meja pimpinan DPR sampai komentar elite-elite partai politik.
“Dan terbukti hakim lebih takut dengan tekanan dan intervensi ketimbang menerapkan keadilan,” ucapnya.
Majelis hakim dalam sidang kasus dugaan penodaan agama sebelumnya menilai bahwa kasus yang menjerat Ahok tidak terkait dengan Pilkada DKI Jakarta 2017. Majelis hakim menilai kasus tersebut murni penodaan agama.
“Bahwa tentang penasihat hukum yang menilai kasus ini terkait dengan Pilkada karena terdakwa adalah salah satu pasangan calon dalam Pilkada, pengadilan tidak sependapat dan menurut pengadilan kasus ini murni kasus penodaan agama,” ujar salah satu anggota majelis hakim dalam persidangan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (9/5/2017).
Atas putusan tersebut, sejumlah pihak meminta masyarakat menghormati putusan hakim. Permintaan ini juga disampaikan Presiden Joko Widodo.
“Saya minta semua pihak menghormati proses hukum yang ada serta putusan yang telah dibacakan oleh majelis hakim,” ujar Jokowi di sela kunjungan kerja di Papua, Selasa (9/5/2017).
Penghormatan yang setara, lanjut Jokowi, juga harus diberikan terhadap upaya banding yang dilakukan Ahok.
Sumber : Kompas

Senin, 13 Maret 2017

PDIP Kerahkan Kader Se-Indonesia Untuk Menangkan Ahok-Djarot


PDI Perjuangan mendatangkan para kader, yaitu kepala daerah dan pimpinan DPRD dari seluruh Indonesia, ke Jakarta. Hal ini dilakukan demi mendukung cagub-cawagub DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat di putaran kedua Pilgub DKI.

“PDI Perjuangan juga sedang menurunkan kepala daerah, baik bupati, wali kota, maupun gubernur, dari PDI Perjuangan untuk datang ke Jakarta dan pimpinan-pimpinan DPRD se-Indonesia dari PDI Perjuangan untuk bekerja demi pemenangan Ahok-Djarot di Jakarta,” kata Bendahara Timses Ahok-Djarot, Charles Honoris, di Posko Pemenangan Ahok-Djarot, Jalan Cemara, Jakarta Pusat, Selasa (7/3/2017).

( Lihat gallery : Blusukan Charles Honoris di Kedoya Utara )

Tak hanya itu, Charles mengatakan, dari 107 anggota DPR RI dari PDI Perjuangan, masing-masing memiliki wilayah pengampuan. Setiap kader khususnya anggota DPR RI wajib untuk memastikan Ahok-Djarot unggul di wilayah pengampuan masing-masing.

“Kader PDI Perjuangan, khususnya DPR RI, baik itu DPR RI maupun DPRD, diberi wilayah pengampuan. Misalnya saya wilayah tugas di Kebon Jeruk, jadi kita punya tugas untuk bisa memenangkan Kebon Jeruk,” jelasnya.

( Lihat gallery : Charles Honoris Sambangi Warga Kelurahan Sukabumi Selatan )

Hal ini untuk mempermudah PDIP melihat dan mengevaluasi hasil suara pemilih Ahok-Djarot di wilayah-wilayah di Jakarta.

Terkait penghadangan yang beberapa kali terjadi di wilayah Jakarta, Charles optimistis hal tersebut tak akan mengganggu kegiatan kampanye Ahok-Djarot.

“Kita tidak ada kekhawatiran seperti itu. Kita sangat mengapresiasi pihak keamanan, kepolisian maupun Bawaslu, yang tanggap pada hari-hari terakhir putaran pertama. Saya yakin pihak keamanan akan lebih baik menangani hal ini,” tutupnya.

Sumber : charles-honoris.com