Rabu, 05 Oktober 2016

Komisi I minta pemerintah bentuk aturan soal TNI selain berperang

Charles Honoris (Tengah)

Anggota Komisi 1 DPR fraksi PDIP, Charles Honoris mengatakan, Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi lebih profesional usai Orde Baru tumbang. Menurut dia, karena dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) telah dihapuskan melalui Undang-undang Nomor 34 tahun 2004 yang menyebutkan tugas utama TNI adalah mempertahankan kedaulatan negara.

Dia mengatakan, tugas pokok TNI ialah menjaga kedaulatan, namun selain itu sifatnya hanya membantu saja. Perbantuan tersebut sering di dengar dengan istilah Operasi Militer Selain Perang (OMSP).

"Yang mengaturnya tidak hanya sebatas MoU (kesepakatan) karena rawan disalahgunakan," papar Charles kepada awak media di kantor YLBHI, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Senin (3/10).

Dilanjutkannya, turunnya para militer selain ke dalam perang seharusnya melalui keputusan politik negara. Hal tersebut menunjukan bahwa harus ada keputusan presiden dengan persetujuan DPR. Oleh sebab itu, sangat dibutuhkan sekali adanya UU Perbantuan yang mengatur secara rinci dan teknis OMSP.

"Misalnya diperbantukan untuk apa dan dalam kondisi apa. Harus ada undang-undang turunan dari UU TNI sekarang. Sehingga tidak menjadi polemik sekarang ini," ujar dia.

Menurutnya, sekarang ini banyak sekali instansi-instansi yang meminta bantuan secara langsung kepada TNI tanpa melalui prosedur yang berlaku. Hal tersebut dapat menyebabkan masalah di kemudian hari karena tidak terdapat payung hukum yang mengatur.

"Pemahaman saya itu tidak bisa harus ada persetujuan dari presiden dong. Persetujuan Presiden dan DPR sekarang yang dilangkahi," ucap Charles.

Militer kini pun telah di terjunkan untuk di perbantukan ke dalam kegiatan-kegiatan pemerintah daerah seperti penggusuran hingga pertanian. Dia menyebutkan bahwa terdapat contoh di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan.

Pada bulan Mei lalu, DPRD Sulawesi Selatan menyampaikan informasi tentang adanya puluhan anggota TNI di Kabupaten Pinrang yang melakukan razia dan sweeping kepada truk yang membawa beras ke kabupaten lain untuk di jual. Para petani diharuskan menjual berasnya kepada Bulog dengan harga lebih murah.

"Ini pelanggaran dari kewenangan TNI sebagai alat pertahanan negara," tandas Charles.

Sumber : MERDEKA