Jumat, 29 Juli 2016

WNI Jadi Sasaran Empuk Kelompok Abu Sayyaf karena Tebusan Dibayar

Anggota DPR RI, Charles Honoris (Kedua dari kanan) 

WNI kini seperti diincar kelompok Abu Sayyaf. Apabila ada WNI melintas di perairan Filipina Selatan bisa langsung disandera. WNI menjadi sasaran empuk karena tebusan yang dibayar.

"Pemerintah menolak membayar upeti, tapi membolehkan pihak swasta untuk menebus upeti. Akhirnya indonesia dipandang menjadi sasaran empuk," kata pengamat bidang pertahanan Alexsius Jemadu yang juga dosen Universitas Pelita Harapan.

Alexsius menyampaikan ini dalam diskusi Penanganan Perompakan di kawasan Asia Tengara di Universitas Paramadina, Jakarta, Kamis (28/7/2016).
Alexsius membeberkan, konflik berkepanjangan di kawasan Filipinan selatan membuat ekonomi di kawasan itu terpuruk.

"Ekonomi menjadi kebutuhan survive para perompak untuk meminta tebusan dengan menculik WNI," imbuh dia.

Sedang menurut anggota Komisi I DPR Charles Honoris, negara masih belum serius dalam menangani perompakan. Ini terkait tidak adanya persamaan persfektif antara perompakan dan perampokan.

"arena beda perspektif ini membuat negara kita belum serius menangani kasus perompakan secara serius," tegas dia. 

Sumber : DETIK

Minggu, 17 Juli 2016

Pasukan TNI Bisa Masuki Filipina Bebaskan Sandera Atas Mandat PBB


Kelompok teroris asal Filipina Abu Sayyaf masih menyandera sejumlah warga negara Indonesia (WNI).
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi I DPR, Charles Honoris menilai perlu adanya upaya operasi pembebasan (humanitarian intervention) untuk WNI yang disandera kelompok tersebut.
Hal ini, demi keselamatan nyawa para sandera.
"Kami di Komisi I DPR mendukung penuh upaya melakukan operasi pembebasan apapun itu bentuknya, ini harus dilakukan segera dan tidak lagi bisa menunggu," kata Charles dalam keterangan tertulis, Minggu (17/7/2016).
Politikus PDIP itu menjelaskan hukum internasional mengenal doktrin humanitarian intervention, yakni militer negara asing atau pasukan yang diberikan mandat oleh PBB bisa saja masuk ke wilayah kedaulatan sebuah negara untuk menyelamatkan nyawa manusia dan menghindari terjadinya pembunuhan massal.
"Ini pernah dilakukan Amerika Serikat di Kosovo pada tahun 1990-an. Humanitarian Intervention bisa dijadikan preseden pembebasan WNI yang disandera Abu Sayyaf," katanya.
Charles memilih menggunakan terminologi operasi pembebasan ketimbang operasi militer.
Pasalnya, UU Filipina tidak mengizinkan militer asing untuk beroperasi di wilayah kedaulatannya.
"Namun, saya rasa operasi pembebasan untuk menyelamatkan manusia tidak dilarang. Tidak bedanya dengan operasi-operasi penyelamatan yang melibatkan militer asing dalam hal bencana alam seperti longsor dan gempa bumi," jelas Charles.
Ia menegaskan operasj pembebasan terhadap sandera WNI harus segera dilakukan Apalagi, Pemerintah RI sudah tegas menyatakan tidak akan membayarkan uang tebusan. Padahal, penculikan ini bukan didasarkan faktor ideologis tapi semata-mata untuk mencari uang.
"Makin lama sandera ditahan oleh kelompok Abu Sayaf maka makin berbahaya pula nyawa para sandera. Penyelamatan nyawa para sandera harus diutamakan diatas kepentingan politik apapun. Ingat, kejahatan akan menang apabila orang baik tidak melakukan apapun‎," katanya.
Ia juga yakin militer Filipina memiliki koordinat lokasi para sandera dan penyanderaan. Terlebih, ada komitmen bantuan dari Indonesia dan Malaysia.
"Apabila sumber daya intelijen militer negara-negara di kawasan bisa dimaksimalkan saya yakin pembebasan sandera bukan hal yang mustahil dilakukan," katanya.
Sumber : tribunnews

Minggu, 10 Juli 2016

DPR Minta Pemerintah Investigasi Jatuhnya Helikopter TNI AD

Anggota Komisi I DPR Charles Honoris meminta pemerintah segera melakukan investigasi penyebab kecelakaan helikopter Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat yang terjadi di Kalasan, Yogyakarta, kemarin. "Jika perlu segera diadakan evaluasi seluruh armada tempur kita untuk mengetahui sejauh mana kelayakannya," kata dia dalam pernyataan tertulis, Sabtu, 9 Juli 2016.

Politikus PDIP ini menambahkan pengawasan terhadap maintenance alutsista seharusnya diperketat untuk meminimalisir kecelakaan. Anggaran pertahanan yang dinaikkan seharusnya tak menjadi hambatan dalam melakukan perbaikan keseluruhan dari sisi sumber daya manusia maupun alutsista. "Sehingga pertahanan kita juga dapat semakin profesional dan berfungsi sebagaimana mestinya," ucap dia.

Selain itu, Charles meminta Kementerian Pertahanan dan TNI untuk terus menguji kelayakan alat utama sistem persenjataan khususnya alat pertahanan udara pesawat dan helikopter. "Jangan sampai tragedi kecelakaan pesawat atau helikopter terus berulang," ujarnya.

Helikopter Helly Bell 205 A-1 milik TNI AD dengan nomor registrasi HA-5073 jatuh saat sedang menjalankan misi bantuan untuk Pangdam IV Diponegoro. Pesawat menimpa dua rumah milik Heru Purwanto dan Parno yang dalam keadaan kosong. Lokasi jatuhnya pesawat tepat berada di Dusun Kowang Desa Taman martani Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Penyebab jatuhnya helikopter itu masih belum jelas. Namun, akibat peristiwa itu tiga orang meninggal, yaitu Letnan Dua Angga Juang, Sersan Dua Yogi Riski Sirait, dan warga sipil Fransisca Nila Agustin.

Sumber : Tempo